TIMES CILEGON, SURABAYA – Mendaki gunung dan perbukitan merupakan salah satu cara melepas kepenatan di tengah segala rutinitas harian. Ada kalanya tak perlu medan menantang untuk sekadar menikmati keindahan alam dari ketinggian. Salah satunya adalah puncak Bukit Pundak yang ada di Mojokerto.
Bagi pemula, mendaki perbukitan dengan ketinggian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga ekstra, masih menjadi tujuan favorit petualangan.
Bukit Pundak adalah salah satu rute perjalanan yang sayang dilewatkan begitu saja. Bukit ini terletak di Dusun Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.
Pesona Bukit Pundak di ketinggian 1.585 Mdpl, Senin (12/5/2025). (FOTO: Hamida Soetadji/TIMES Indonesia)
Dinamakan bukit, karena posisinya lebih rendah daripada gunung lain yang berada di Jawa Timur. Bukit Pundak hanya memiliki ketinggian 1.585 Mdpl.
Ketinggiannya masih di bawah Gunung Penanggungan, Trawas, Kabupaten Mojokerto yang berada pada ketinggian 1.653. Mdpl.
Bukit Pundak merupakan bagian dari Gunung Welirang. Tepatnya bahu dari Gunung Welirang 3.156 Mdpl. Maka pantas saja jika ketinggiannya mendekati Gunung Penanggungan.
Untuk mendaki gunung ini, terdapat dua pilihan jalur. Yaitu jalur resmi di bawah pengelola Taman Hutan Rakyat (Tahura) R. Soerjo, dan jalur non-resmi yaitu melalui jalur Puthuk Siwur.
Jalur pendakian menuju puncak Bukit Pundak di Dusun Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Senin (12/5/2025). (FOTO: Hamida Soetadji/TIMES Indonesia)
Tahap awal yang harus dilakukan, booking loket terlebih dahulu via online link Tahura, dengan membayar administrasi Rp10.000/orang.
Jika ingin menginap disediakan dua area camp di puncak dan di bawah, lokasinya dekat dari loket Tahura. Kamar mandi bawah cukup banyak, sehingga tidak merepotkan pendaki.
Tips Pendakian Aman
Kecepatan mendaki setiap pendaki tentunya berbeda, jadi jarak tempuh masing-masing pendaki tentunya tidak sama.
Dari loket menuju pos 1, maksimal membutuhkan waktu 1 jam dengan berjalan santai. Di pos 1 belum menemukan mata air, sehingga pendaki disarankan hemat dan cukup membawa air minum sampai menuju pos 2.
“Sumber mata air ada di tengah-tengah, setelah pos 1. Ada dua sumber mata air yang bisa ditemui pendaki. Setelah pos 2 tidak ada mata air, para pendaki disarankan hemat air dan cara minum diatur sedemikian rupa,” ungkap Alif, salah satu pendaki dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS).
Dari pos 1 ke pos 2 memerlukan jarak tempuh 30 menit, jika jalannya tidak banyak berhenti. Bagi pendaki pemula, baiknya berjalan dengan langkah konstan dan tidak cepat.
Jalan landai tidak sering ditemui di pendakian Bukit Pundak, meski medannya tidak terlalu menukik, namun cukup menguras tenaga.
Meski dikatakan bukit lebih rendah dari pegunungan, namun persiapan matang sangat dibutuhkan. Gerakan senam kecil membantu peregangan otot sebelum pendakian dimulai, hal ini dilakukan menghindari cedera otot atau kram.
“Pemanasan sangat diperlukan, biarpun mendaki bukit yang tidak terlalu tinggi. Di perjalanan kita tidak tahu mengalami cidera atau tidak. Jadi baiknya dilakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum mendaki,” ujar Agam, salah satu mahasiswa farmasi yang juga ikut dalam pendakian.
Pendakian Tek Tok
Puncak bukit yang tidak terlalu tinggi seringkali digunakan para pendaki untuk berjalan ke puncak pada pagi hari dan turun pada siang hari.
Pendakian ini sering disebut dengan istilah tek tok, alias pendakian yang tidak membutuhkan waktu lama. Dengan waktu tempuh maskimal 3 jam, sudah sampai puncak Bukit Pundak.
“Kami ambil jalur Tahura yang memang jalur resmi pendakian Pundak, kali ini tidak menginap cukup tek tok saja. Jalan juga santai, mudah-mudahan cuaca bersahabat tidak hujan,”ujar Shelma dari Pasuruan.
Shelma karyawan salah satu perusahaan di Pasuruan, memilih mendaki sekadar untuk refreshing menghilangkan penat yang sehari-hari pekerjaannya berada di ruang tertutup. Mendaki dan berada di puncak menurutnya cukup mengganti lelah menghadapi pekerjaan.
“Kerjanya setiap hari di dalam ruangan, tidak menghirup udara bebas jadi seperti terperangkap di dalam ruangan. Hari ini menyempatkan waktu buat menikmati alam,” ujarnya.
Setiap dua bulan sekali, ia meluangkan waktu menikmati alam dengan cara mendaki. Semasa kuliah, Shelma adalah anggota pecinta alam kampus, tidak heran ia selalu memilih alam sebagai tempat pelarian menghilangkan segala penat.
Usai menempuh tanjakan yang tidak terlalu tajam tapi butuh mengumpulkan tenaga menuju puncak, yang ditunggu tidak lain sampai di puncak, melepas dahaga, menikmati hembusan angin di atas puncak sambil menikmati indahnya pemandangan. Pesona alam yang selalu membuat candu pendaki, ingin mengulangi pendakian meski keringat mengguyur. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menyibak Pesona Puncak Bukit Pundak, Cocok Buat Pendaki Pemula
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |